Thu. Nov 21st, 2024

Oleh: Miswanto
Ketua LPMP Pandu Nusa

Tanggal 22 Mei 2017, Perkumpulan Acarya Hindu Nusantara (Pandu Nusa) secara resmi berdiri di muka bumi ini. Organisasi yang berangkat dari bawah sekali ini diprakarsai oleh para guru agama Hindu yang awalnya hanya tergabung dalam grup whatsapp. Awal pendirian Pandu Nusa nyaris tidak ada pertemuan luring atau kopdar. Oleh karena itu, Pandu Nusa dibangun melalui pondasi batu-batu yang berasal dari dunia maya dan diperkuat oleh dinding WA dan Facebook.

Seiring dengan berjalannya waktu Pandu Nusa tumbuh menjadi organisasi yang kuat, meski dengan modal nekat. Para guru di seluruh Indonesia pun berbondong-bondong untuk cancut taliwanda membersarkan Pandu Nusa. Kini Pandu Nusa menjelma menjadi organisasi guru agama Hindu yang bisa disejajarkan dengan ormas-ormas keagamaan Hindu lainnya.

Beberapa waktu ada pergumulan tentang sesanti yang mengarah pada sengkalan untuk pendirian Pandu Nusa. Jika merunut tahun berdirinya Pandu Nusa ini (tahun 2017), maka akan bertepatan dengan bulan Jyestha tahun Saka 1939. Ini bisa dibuat dengan sesanti sengkalan yang berbunyi “Anggatra Guna Ambuka Janma”, di mana anggatra bernilai 9, guna bernilai 3, ambuka bernilai 9, dan janma bernilai 1.

Sengkalan “Anggatra Guna Ambuka Janma” ini tidak hanya kata-kata kias yang banyak busanya. Sesanti ini mengandung makna yang dalam terkait dengan pendirian Pandu Nusa. Anggatra guna ambuka janma bisa diartikan mewujudkan (anggatra) pengetahuan (guna) untuk memulai (ambuka) suatu kehidupan (janma).

Seperti kata Descartes, “cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada)”, maka anggatra guna mewakili makna dari cogito (berpikir) dan ambuka janma akan mewakili ergo sum (keberadaan atau kelahiran) dari Pandu Nusa itu sendiri. Dahulu para pendiri Pandu Nusa memang telah memikirkan masak-masak sebelum mendirikan Pandu Nusa ini. Curahan pemikiran yang luar biasa dari para Acarya waktu itu telah melahirkan organisasi pergerakan yang kini dikenal sebagai Pandu Nusa.

Kata Pandu Nusa sendiri selain sebagai akronim nama organisasi juga memiliki makna yang mendalam yakni sebagai pandu nusantara. Dalam bahasa Jawa, kata ‘pandu’ diartikan sebagai penunjuk jalan. Dalam konteks ini, para acarya atau guru-guru yang tergabung dalam Pandu Nusa ini akan menjadi penunjuk jalan bagi kemajuan pendidikan Hindu di Indonesia.

Bak gayung bersambut, tepuk pun berbalas, peta jalan pendidikan Hindu telah dibentangkan oleh Bapak Dirjen Bimas Hindu Kemenag RI melalui Grand Desain Pendidikan Hindu di Indonesia. Goalnya adalah menjadikan generasi Hindu yang siddhi (cerdas), siddha (terampil), sudha (jujur dan bersih), dan sadhu (bijaksana). Generasi Hindu yang berkarakter S4 tersebut, diharapkan juga menjadi Pandu (penunjuk jalan) bagi kemajuan Hindu di Nusantara.

Kini Pandu Nusa sudah menjelang 7 tahun sejak berdiri pada Mei 2017. Penting untuk merefleksi diri ke dalam bagi para acarya Pandu Nusa. Selama hampir 7 tahun ini, apa yang sudah kita lakukan? Inovasi apa yang sudah coba kita buat? Kerja-kerja apa saja yang sudah kita canangkan? Bagaimana pula dengan tugas kita untuk mengawal anak-anak didik kita menjadi generasi yang berkarakter S4? Dan masih banyak lagi refleksi lain yang bisa kita tanyakan pada diri kita.

Semoga menjelang Sapta Warsa Pandu Nusa ini kita bisa menyadari akan potensi-potensi yang kita miliki dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri kita. Sehingga nantinya kita bisa tergerak untuk bangkit dan menggerakkan hati kita agar semua potensi yang dalam diri kita maupun organisasi kita tersebut bisa bergerak untuk menuju kemajuan pendidikan kita. Hanya dengan cara itulah kita bisa ANGGATRA GUNA AMBUKA JANMA.

(Foto ini untuk mengenang Mantan Ketua Umum PP Pandu Nusa, Sang Palatra Bapak I Gusti Ngurah Dwaja)