Sat. Jul 27th, 2024

Oleh: Miswanto
(Ketua LPMP Pandu Nusa)

Mungkin kita masih ingat sebuah ungkapan populer pada iklan produk minuman yang menyatakan ‘mulutmu harimaumu’. Ungkapan ini memiliki makna bahwa kata-kata bisa membawa kita pada celaka sebagaimana bunyi petikan Kakawin Niti Sastra V.3 yang menyebutkan: “wasita nimittanta pati kapangguh, wasita nimittanta manêmu duhka (oleh karena perkataan engkau akan menemukan ajal, oleh karena perkataan engkau akan mendapat kesusahan)”. Kata-kata yang keluar dari mulut kita akan bisa menjadi awal bencana bagi kita.

Banyak masalah yang menimpa kita atau orang-orang di sekitar kita hanya gara-gara kata-kata yang mengandung unsur pelecehan seperti hujatan, umpatan, hinaan, dan seterusnya. Baik itu yang disampaikan secara langsung dari mulut kita maupun melalui media lainnya. Saat ini yang sering muncul adalah pelecehan melalui media sosial seperti twitter, facebook dan lain-lain.

Kata-kata kotor yang bernada penghinaan yang dilontarkan pada seseorang memang akan mudah membuat orang tersebut terpancing emosinya. Karena merasa terhina dia bisa melakukan apa saja kepada penghinanya. Bahkan bisa jadi si terhina itu akan membunuh si penghina. Setelah si penghina tersebut mati orang-orang di sekitarnya akan merasa kehilangan. Sebaliknya si terhina yang menjadi pembunuh itu akan menghabiskan waktunya dengan mendekam di penjara, dan ini pun akan membuat keluarganya merasa terpukul.

Sebaliknya orang-orang yang bisa mengendalikan kata-katanya atau hanya menggunakan kata-katanya untuk hal-hal yang baik saja akan memetik buah kebajikan dari ucapannya itu. Banyak orang yang akan merasa senang dengan setiap kata-kata yang mengandung kebajikan tersebut. Begitu mulianya kata-kata yang mengandung nektar kehidupan tersebut hingga Sang Rakawi dalam Kakawin Niti Sastra III.10 menulis: “bhatara haricandanatisaya tisnira lumewihi tejaning wulan, satisnira kinalihan kalewihan tekapi wacana sang mahardhika (Bhatara Wisnu itu dengan prabawaNya luar biasa, melebihi sinar rembulan sejuknya. Walaupun demikian, kata-kata seorang yang bijaksana dua kali lipat kesejukannya)”.

Petikan puisi dari Sang Rakawi tersebut mengandung pesan agar kita senantiasa mengucapkan kata-kata yang baik. Karena kata-kata itulah yang dapat memberikan kesejukan pada semua orang yang melebihi sinar rembulan. Dengan kesejukannya kata-kata yang baik akan menjadi nektar yang memberikan kehidupan pada setiap orang yang mendengarnya. Bahkan benda-benda mati pun jika mendengar kata-kata itu akan terpengaruh oleh vibrasinya. Setelah itu benda-benda mati itu akan menemukan kehidupannya.  

Emoto, seorang peneliti dari Jepang yang meraih penghargaan internasional pun telah membuktikan bahwa kata-kata dapat mempengaruhi formasi kristal air. Dia bisa membuktikan bahwa gambar kristal yang paling indah adalah yang terbuat dari kata-kata yang penuh cinta. Air yang menerima kata-kata indah tersebut akan mampu membentuk kristal yang indah pula. Jika air saja bisa merespons kata-kata yang ditujukan kepadanya, bagaimana halnya dengan manusia yang 75% lebih dari bagian tubuhnya terdiri atas air.

Bisa jadi kata-kata yang ditujukan kepada seseorang akan bisa mempengaruhi karakter orang tersebut. Oleh karena itu kita harus selalu berkata-kata dengan baik agar orang yang kita ajak berkomunikasi itu juga mengeluarkan kata-kata baiknya untuk kita. Dengan begitu kita akan bebas dari pengaruh energi negatif kata-kata yang kita ucapkan sehinga kita akan merasa aman, tenteram, damai dan mendapatkan kebahagiaan yang luar biasa.

Memang setiap kata-kata yang keluar dari mulut kita dapat memberikan pengaruh bagi kita atau pun orang-orang di sekitar kita, baik itu pengaruh positif ataupun pengaruh negatif. Kata-kata yang baik akan memberikan pengaruh positif dan kata-kata yang tidak baik akan memberikan pengaruh negatif.

Kata-kata yang positif dapat membangun semangat hidup seseorang, mendatangkan persahabatan, dan memberikan kebahagiaan untuk semua orang. Dalam petikan Kakawin Niti Sastra V.3 disebutkan: “wasita nimittanta manemu laksmi, wasita nimittanta manemu mitra (dari perkataan kita akan menemukan keberuntungan dan kebahagiaan, dari perkataan kita akan menemukan teman)”.

Sementara itu kata-kata negatif dapat mempengaruhi pikiran seseorang untuk berbuat jahat dan menghancurkan hidup orang lain. Sebagaimana telah disinggung di atas kata-kata bisa memberikan duka atau bahkan ajal seseorang. Dan sayangnya terkadang kita tidak sadar ketika mengeluarkan kata-kata yang tidak baik.

Oleh karena itu kita harus senantiasa menjaga kata-kata kita agar tidak menjadi kutuk bagi orang lain, melainkan menjadi berkat dan sebuah doa untuk orang tersebut. Lidah yang tidak bertulang ini sangat mudah digerakkan. Dia bisa menjadi berkah atau pun bisa mendatangkan musibah.

Kita harus berhati-hati menggunakan lidah kita untuk berkata-kata. Dan agar bisa menggunakannya dengan hati-hati maka apa yang akan kita katakan itu harus dipikir masak-masak. Kata-kata yang keluar dari mulut kita ibarat anak panah yang terlepas dari busurnya. Dia tidak akan bisa ditarik kembali.

Jika kita sudah terbiasa teliti dengan kata-kata itu, maka yang keluar dari mulut kita adalah hal-hal yang baik. Dan jika hal-hal yang baik ini kita laksanakan dan kita biasakan maka ia akan tumbuh menjadi karakter dalam diri kita. Masa depan kita ditentukan oleh karakter tersebut. Hal ini sebagaimana sebuah adagium klasik yang menyebutkan: “Be careful of your thoughts, for your thoughts become your words; Be careful of your words, for your words become your deeds; Be careful of your deeds, for your deeds become your habits; Be careful of your habits, for your habits become your character; Be careful of your character, for your character become your destiny”. Kata-kata bijak ini mengisyaratkan kepada kita agar kita menjaga pikiran, perkataan, dan perbuatan kita.   Semua itu akan bisa menjadi kebiasaan dan karakter yang menentukan nasib kita.

Pikiran mungkin tidak bisa dilihat secara langsung oleh orang, tetapi kata-kata dan perbuatan bisa dirasakan secara langsung oleh orang lain. Dari ungkapan tersebut kata-kata memegang peranan penting dalam membangun dunia kita. Sebuah nasihat dari Ki Adi Suripto (2008:40) yang terukir dalam tembang Pangkur menyebutkan: ajining wong ing wicara, resep sedhep wijile rum aririh, wosing sedya laras runtut, grapyak gampang tinampa, culing tutur tinampa datan ngelantur, solah bawa mung samadya, karyenak tyasing sesame (nilai manusia ditentukan dari bicaranya; enak didengar, sedap dan halus; maksudnya jelas dan keluar teratur; akrab dan gampang diterima; kata-katanya baik dan tak ngelantur; sikap dan gaya seperlunya; bisa menyenangkan semua orang).

Saat kita tidak memiliki kata-kata yang baik untuk diucapkan, maka hal yang terbaik yang harus kita lakukan adalah dengan diam dan mendengar. Dengan begitu kita akan begitu mudah untuk mengetahui saat yang tepat untuk berbicara. Namun, mengetahui kapan harus berbicara adalah hal yang jauh berbeda. Salah satu fungsi bibir adalah untuk dikatupkan.

Bagaimana kita bisa memperhatikan dan mendengarkan dengan lidah yang berkata-kata. Maka diam adalah pilihan yang tepat untuk kejernihan pikiran kita. Setelah pikiran kita jernih, maka kata-kata yang kita ucapkan bagaikan mutiara yang bersinar dari dasar samudra yang paling dalam. Butiran mutiara yang indah di dalam kerang mutiara hanya bisa tercipta bila kerang tersebut  mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

Namun demikian tidak semua diam itu berarti emas. Diam saja ketika orang bertanya kepada kita tentang sesuatu sementara kita bisa mengetahui apa yang ia tanyakan. Dan masih banyak lagi diam-diam lain yang tidak berarti emas. Oleh karena itulah orang harus mengetahui kapan dan dimana dia harus berbicara serta kapan saatnya dan di mana dia harus diam. Dan ketika berbicara kita harus bisa memelihara kata-kata kita, karena kata-kata itulah yang akan menjaga kita. Hal ini tentu membutuhkan pemikiran yang bijaksana.